Gatsu, emperan toko yang berubah jadi panggung kreatif

Minggu, 30 Juni 2024 0 komentar

Apa yang ada di pikiran anda ketika mendengar tentang objek wisata di Kota Solo? 

Mungkin yang ada di benak anda adalah kompleks keraton dengan peninggalan-peninggalan bersejarahnya, atau mungkin tempat yang kontemporer seperti galeri lokananta, dan museum tumurun, yang akhir-akhir ini foto-fotonya menghiasi feed-feed instagram para influencer. 


Tentu tidak salah jika anda memikirkan tempat-tempat tersebut, akan tetapi tahukah anda ada sebuah objek wisata yang hanya memanfaatkan sebuah emperan toko? 

Ya, literally emperan toko. 


Berikut akan saya ceritakan pengalaman saya mengunjungi objek wisata yang unik ini. 


Hari Itu malam minggu, tepatnya tanggal 22 juni 2024.

Seperti anak muda kebanyakan, malam minggu saya gunakan waktu untuk melepas penat setelah bekerja selama seminggu. Metode melepas penat yang saya gunakan adalah night ride, atau berkendara di malam hari. 

Tak ada tujuan khusus kemana saya akan berkendara di malam itu, yang saya pikirkan adalah menyusuri jalan ptotokol di Kota Solo, yaitu Jalan Slamet Riyadi, karena jalanannya besar sehingga hampir tidak pernah ada kemacetan di sana. 


Singkat kata sampailah saya di Jalan Slamet Riyadi, saya pelankan kecepatan motor untuk menikmati hembusan udara malam sembari menikati kerlip lampu perkotaan kala itu. 

Kira-kira setengah perjalanan ketika menyusuri Jalan Slamet Riyadi, terdengarlah suara band yang menyanyi lagu pop tahun 90an, suatu genre musik kesukaan saya. 

Ya sudah saya parkirkan motor untuk menikmati pertunjukkan dari band tersebut. 


Rupanya band tersebut adalah street performing art, atau seniman yang menampilkan karya di jalanan, malam itu band tersebut menampilkan karya di Jalan Gatot Subroto, Solo, atau yang kerap disebut Gatsu, yang memang bersimpangan dengan Jalan Slamet Riyadi.

Pertunjukkan band di Gatsu
Sumber: dokumentasi pribadi

Jalan Gatot Subroto sendiri adalah jalan yang memanjang sekitar 1 kilometer, jalan ini sebagian besar dihuni oleh pertokoan yang mengerakkan perekonomian Kota Solo, saking padatnya aktivitas di kawasan ini, Pemerintah Kota sampai menerapkan kebijakan satu arah di kawasan ini. 

Namun, jalanan yang padat tersebut tampak berbeda di malam hari, pada hari Jumat dan Sabtu. 


Di waktu tersebut, anda akan menemui ratusan pedagang yang berjejer memenuhi emperan toko. 

Hal itulah yang saya jumpai malam itu. Para pedagang menggelar dagangan di emperan toko dengan meja atau tiang gantungan, dibawah kanopi yang dibuat khusus oleh Pemkot Solo yang estetik. 


Karena berada di emperan toko, maka akses jalan untuk pengunjung  agak sempit, sehingga saya dan pengunjung lainnya melambatkan langkah dan berhati-hati agar tidak menabrak pengunjung lainnya. Akan tetapi bagi saya pribadi, hal tersebut justru jadi keuntungan, dengan berjalan melambat, maka saya akan lebih sesama melihat komoditi yang dijual oleh pedagang. 


Secara umum ada 3 besar komoditi yang dijual di sana:

Yang pertama adalah produk fashion, mulai dari tas, topi, sandal, kalung, dan lain sebagainya

Yang kedua adalah souvenir, seperti gantungan kunci, benda pajangan, dan lain sebagainya. 

Kemudian yang ketiga adalah produk seni, seperti lukisan, sketsa, jasa henna, jasa tato temporer, dan lain sebagainya. 

Pengunjung mengamati produk yang dijual
Sumber: dokumentasi pribadi

Awal mula Gatsu


Bagaimana ceritanya emperan toko disulap menjadi tempat seperti itu? 


Nah, kegiatan ini dimulai pada tahun 2017, oleh komunitas kreatif anak muda Solo, yang bernama "Solo is Solo". Di tahun itu mereka membuat gerakan, dengan memural pintu-pintu pertokoan di Jalan Gatot Subroto dengan seni mural. Bukan sembarang mural tentunya, mural-mural ini banyak mengambil inspirasi dari tokoh nasional maupun internasioal, sebut saja Bapak Jokowi, Bu Susi Pudjiastuti, Didi Kempot, Wiji Thukul, sampai Kurt Cobain. 


Yang menjadi istimewa adalah mural ini pernah dikunjungi oleh tokoh yang digambar, yaitu Bu Susi Pudjiastuti, wow keren banget kan. 

Aneka mural di Gatsu
Sumber: dokumentasi pribadi

Satu tahun setelah itu, komunitas Solo is Solo menggandeng para UMKM dan komunitas seni lokal untuk berjualan dan unjuk performa disana, yang praktis pada tahun tersebut Jalan Gatot Subroto berubah menjadi panggung kreatif


Gayung bersambut, ide yang menggabungkan seni mural, UMKM, dan komunitas seni, ternyata sukses dan bertahan cukup lama. Akhirnya di tahun 2022, Pemkot Solo memberi "hadiah", dengan merevitalisasi kawasan tersebut dengan membuat kanopi dari baja yang menutupi emperan toko. 


Tak sembarang kanopi, karena pembangunannya mengangkat tema budaya Solo, yang mana atap kanopi berhiaskan motif batik kawung. Kanopi-kanopi inilah yang ketika malam hari memancarkan cahaya kuning nan estetik, bahkan ada yang membandingkannya dengan kawasan Kawaramachi di Jepang. 

Kanopi buatan Pemkot Solo, dari sudut ini mirip Kawaramachi Jepang 
Sumber: dokumentasi pribadi


Selain itu pemkot juga membangun  replika Gapura Keraton Solo di ujung jalan, sebagai penanda ikonik kawasan ini. Nah kalau yang ini, banyak yang membandingkannya dengan Shibuya Street di Jepang.

Replika Gapura Keraton Solo, mirip kawasan Shibuya Street Jepang
Sumber: dokumentasi pribadi 

Mungkin anda bertanya bagaimana dengan pemilik toko? Kan emperannya dipakai, apakah tidak terganggu? 


Nah ini uniknya, justru pedagang UMKM dengan pemilik toko saling bersinergi. Di malam hari sebagian toko memang ada yang tutup dan ada yang buka, yang buka ini justru memanfaatkan pengunjung Gatsu yang ramai, dengan memberi diskon khusus, agar mampir di toko mereka. Toh, sejak awal pemilik toko sudah bekerja sama, terbukti ketika pintu toko mereka dimural di tahun 2017, tak ada penolakan dari mereka. 


Yak, itulah uniknya Gatsu alias Jalan Gatot Subroto. 

Mungkin tempat ini layak disebut sebagai one stop traveling. 


Anda mau selfie memanfaatkan mural dan estetika bangunan kanopi bisa, mau belanja produk UMKM bisa, atau mau menikmati performer dari komunitas senipun bisa. Untuk siapa saja seniman pengisi di malam itu, anda bisa mengetahuinya di instagram @soloissolo


Potensi JNE


Tak hanya sebagai one stop travelling, Gatsu juga bisa menjadi etalase produk kreatif melalui UMKM. 


Hal itu dikarenakan para pengunjung Gatsu, tidak langsung membeli produk UMKM yang dijual disana, ada yang melihat-lihat dulu baru kemudian membeli secara online. 

Hal itu dikarenakan sebagian besar penjual disana mempunyai market place, dan mereka menyertakan akun market place mereka melalui kartu nama ketika berjualan di Gatsu. 


Selain itu akun instagram @soloissolo juga kerap merepost akun dagangan para penjual di gatsu. Jadi bisa dibilang, sistem penjualan di Gatsu ini hybrid offline dan online. 


Nah, disinilah JNE mengambil peran penting, melalui pengalaman sebagai jasa pelayanan pengiriman selama puluhan tahun, tentunya JNE sangat bisa melayani pembeli online dengan baik. Hal tersebut didukung dengan gerai penjualan yang berjumlah 8000 titik, serta jumlah karyawan yang berjumlah 50.000 orang, tentunya tak akan membuat calon pembeli menjadi ragu. 


Selain itu, JNE memiliki misi untuk memberi pengalaman terbaik kepada pelanggan secara konsisten. 

Hal inilah yang sangat diperlukan bagi pembeli online. Tidak terbayangkan betapa ruginya pelanggan yang sudah mengeluarkan biaya untuk membeli barang, tapi barangnya rusak atau bahkan hilang karena kelalaian jasa pengiriman. 


Jasa pengiriman memang sudah menjadi kebutuhan pokok bagi pelaku usaha, karena di jaman serba digital ini, penjualan tak hanya mengandalkan sistem offline, tapi juga online seperti yang ada di Gatsu. 


Oleh karena itulah, JNE hadir dengan slogannya connecting happiness, menjadi penghubung kebahagiaan bagi penjual maupun pembeli


#JNE

#ConnectingHappiness

#JNE33Tahun

#JNEContentCompetition2024

#GasssTerusSemangatKreativitasnya





0 komentar:

 

©Copyright 2011 Diewha Gredianto | TNB